Seiring dengan naiknya Cukai tembakau, potensi peredaran rokok ilegal akan semakin marak. Hal ini juga dijelaskan oleh Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea dan Cukai Nirwala Dwi Hariyanto. Menurut beliau bahwa kenaikan cukai atas rokok akan berkorelasi erat dengan peredaran rokok ilegal di tanah air.
Berdasarkan catatan Bea Cukai operasi gempur rokok
ilegal semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2022 sekarang ini, total penindakan
rokok ilegal berada di angka 18. 659 dengan total kerugian negara berkisar
Rp. 407 milyar.
Meskipun pemerintah sudah mengatur sanksi administratif
dan pidana untuk para pelaku, namun nyatanya sampai hari ini masih banyak
perusahaan-perusahaan nakal yang tetap memproduksi rokok ilegal tersebut.
Seperti misalnya di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Menurut keterangan dari salah satu Ketua Organisasi Pergerakan Mahasiswa di
Makassar, Hasrul bahwa "Terdapat salah satu merek rokok yang beredar luas di
tengah masyarakat Bulukumba itu di duga
kuat tidak memiliki izin edar ataupun dokumen perizinan pendukung (ilegal)."
Menurut Hasrul, rokok tersebut diduga di produksi di
salah satu desa yang berada di Kecamatan Rilau Ale Kab. Bulukumba. Meski
demikian, pada kemasan rokok ini tertera alamat produksinya yakni CV. Karunia
Enam Delapan yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur. Rokok dengan merek 68 tersebut berisi 20
batang perbungkus yang diberi kemasan berwarna biru dengan pita cukai bertuliskan
12 batang.
“Menurut informasi yang kami himpun, bahwa CV. Karunia
Enam Delapan merupakan perusahaan yang telah memproduksi rokok dengan merek 68 yang
kami duga dalam prosesi aktivitas produksi perusahaan tersebut telah melanggar
dan atau tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (ilegal). Terutama mengenai Izin Operasional, Izin Perdagangan, Izin Kesehatan, Izin
Konsumsi, serta Setoran Tahunan yang wajib dibayarkan ke Negara”, ungkap Hasrul.
Hasrul juga menambahkan jika asumsinya itu diperkuat
oleh statement dari Kepala Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah (DP2KUKM) Kab. Bulukumba, yang mengaku sama sekali tidak
mengetahui soal adanya rokok merek 68 yang beredar luas di tengah masyarakat
Bulukumba. Selain itu, karena ilegal, hal ini akan membuat potensi kebocoran
pada PAD karena perusahaan rokok ini jelas tidak menyetor pajak yang seharunya
bisa menjadi penghasilan bagi Kabupaten Bulukumba.
Sementara itu, Front Juang Mahasiswa (FROJAM) yang di
komandoi oleh Hasrul sendiri berkomitmen untuk menindak lanjuti kasus peredaran
rokok ilegal ini dengan melakukan aksi unjuk rasa di depan Mapolda Sulsel.
“Saat ini Divisi Advokasi dan Investigasi Organisasi
sementara merampungkan data-data yang kami butuhkan untuk pengawalan kasus
rokok ilegal 68 ini. Secepatnya kami akan melakukan konsolidasi internal persiapan
aksi demonstrasi di Mapolda Sulsel untuk mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan agar segera menindak lanjuti peredaran rokok ilegal di tanah Sul-Sel,
terkhusus di Kabupaten Bulukumba”, tutupnya.